Like my Blog on Facebook

Minggu, 22 Februari 2015

Pendidikan dan Kesehatan, Bibit Kemajuan dan Kesejahteraan(?)



            Pendidikan dan Kesehatan, Bibit Kemajuan dan Kesejahteraan.
            Problematika yang terlihat di masyarakat Indonesia dalam kaca mata saya sangatlah banyak. Bukannya tanpa alasan, namun pengalaman dan fakta yang ada membawa saya untuk menarik kesimpulan ini. beberapa waktu lalu, saya mengantarkan ibu untuk periksa mata dan darah karena beliau terkena katarak dan diabetes, untuk mendapatkan operasi gratis kami menggunakan BPJS. Pertama kali datang di rumah sakit daerah, pagi, sudah ratusan orang yang mengantri, banyak orang sakit, dari anak-anak hingga lansia beramai antri untuk berobat, banyak yang menggunakan BPJS, Askes, dsb lantaran demi mendapatkan pengobatan gratis atau murah. Hanya sedikit orang yang ‘berwajah Cina’ antri dalam barisan layanan pengobatan murah, dan ketika adapun, mereka membayar, dan diprioritaskan pelayanannya tanpa mengantri berjam-jam.
            Masyarakat yang miskin dan sakit, betapa menyedihkannya hal ini. setiap kali datang, rumah sakit tidak pernah sepi, bahkan bertambah saja orang sakit. Ketika melewati klinik pengobatan atau rumah sakit swasta yang tidak mencantumkan BPJS atau Askes, terlihat sepi. Masyarakat sudah tahu, biaya untuk berobat tidaklah sedikit, dan banyak yang memilih untuk membiarkan sakitnya menggerogoti, karena pendapatan dari hasil kerja akan memakan uang gaji yang cukup besar untuk biaya berobat. Namun, hal sama yang saya lihat, yakni klinik pengobatan swasta yang mencantumkan pelayanan kesehatan menggunakan BPJS atau Askes juga ramai ‘pengunjung’. Sakit yang dialami beragam, namun poli yang menurut saya paling ramai di rumah sakit daerah itu, yakni poli dalam untuk penyakit dalam, lalu poli mata, poli anak, poli kandungan.
            Apakah hal ini juga terjadi pada negara yang kaya dan maju? Entah, saya belum tahu. Selain kesehatan yang menjadi kendala, permasalahan lain yakni pendidikan. Rendahnya pendidikan masyarakat Indonesia dan minat baca juga ‘nafsu’ untuk menjadi pintar terkalahkan oleh ‘nafsu’ untuk mengisi perut, sehingga bekerja  seakan lebih baik karena mendapatkan uang untuk melanjutkan nafas daripada mengisi otak agar menjadi masyarakat yang pintar dan berpikir modern. Terbukti dengan banyak anak yang lebih memilih untuk memutuskan berhenti sekolah dan membantu orang tua dengan menjadi pekerja agar tidak menjadi beban hidup walau dengan upah yang hanya cukup untuk mengisi perut.
            Saya membayangkan dan berpikir, bagaima jika masyarakat pintar dan berpendidikan, maka akan membawa mereka berlomba-lomba untuk menjadi kreatif. Tentu dengan berpendidikan baik, individu akan tahu bagaimana menjaga kesehatannya, makanan apa yang sebaiknya dikonsumsi dan bagaimana pola hidup sehat ditegakkan pada dirinya sendiri. Itu yang saya bayangkan, masyarakat yang pintar dan sehat. Dua faktor itu saja yang menurut saya penting untuk menggiring masyarakat agar maju, agar terbebas dari kemiskinan. Yang saya benci yakni, fakta yang menampar fantasi. Permasalahan yang ada sangatlah banyak, bahkan bercabang sedemikian rupa hingga menjadi problem yang rimbun (hal ini sangat tidak bagus), situasi politik yang tidak sehat, keegoisan para petinggi negara dengan melakukan KKN yang menjadikan Indonesia malah mundur menjauh dari garis kemajuan, masyarakat yang lebih memilih untuk menjadi pekerja daripada mencipta kerja karena tidak adanya modal dan menjadikan lapangan kerja sedikit, angka kelahiran tinggi dengan kasus kriminalitas yang sama tingginya.
            Aduh, menyedihkan sekali. Kebaikan apa yang akan saya sebutkan untuk mengurangi hal buruk tersebut? harapan tinggal kepada generasi muda berpendidikan yang bervisi untuk mengurangi kengerian yang terjadi, dan membawa kita sedikit demi sedikit meraih kata maju dan menang. Semoga keegoisan para pejabat pemerintah berhenti memberikan perih kepada masyarakat kecil dengan menghentikan korupsi, kolusi maupun nepotisme. Apabila ingin melakukan pembenahan, baiknya dari sektor pendidikan dan kesehatan terlebih dahulu.namun permasalahan sungguh kompleks. 2 faktor ini yang menurut saya vital dan urgent untuk dibenahi, lalu budaya, politik, dll

Review Buku "Night: Kesaksian tentang holocaust" oleh Elie Wiesel



Judul                : Night ; kesaksian tentang holocaust
Author             : Elie Wiesel
Penerbit          : Penerbit Erlangga, 2006


            Pengalamannya ketika masih remaja dan merupakan seorang yahudi yang menceritakan pengalamannya selama peristiwa holocaust lewat buku “Night” yakni Elie Wiesel. Di bagian awal buku, menceritakan tentang dia, keluarga dan tempat tinggalnya dengan kehidupan sangat normal seperti masyarakat pada umumnya, dengan latar belakang keluarga yang cukup religius dan orang tua yang menjadi panutan masyarakat lingkungannya sebagai keluarga berpendidikan dan yahudi taat. Pada saat itu umur Elie masih 15 pada tahun 1944, penuh semangat dalam mempelajari agama yang dianutnya dan dipenuhi pertanyaan-pertanyaan kritis tentang eksistensi tuhan dalam keyakinannya.
            Bahkan ketika pasukan SS (Schutztaffel) atau pasukan pengaman partai Nazi, memasuki perkampungan tempat Elie tinggal, hanya pada awal kedatangan orang-orang lingkungannya menganggap hal tersebut menakutkan, namun lambat laun warga menerima kedatangan mereka bahkan hidup bersama dengan baik, sehingga kedatangan mereka yang sebenarnya merupakan pertanda bahwa keadaan sedang tidak normal dan mengancam, malah dikesampingkan dan dianggap bukan hal buruk apapun. Bagi Elie-pun demikian. Di buku ini banyak istilah mengenai agama yahudi yang menambah pengetahuan saya seperti Kabbalah, Talmud, Rosh Hashanah, dsb.
            Kejadian dengan kedatangan banyak lagi pasukan SS “mengevakuasi” warga desa tetangga bahkan masih tidak memberikan pengaruh besar atau ketakutan pada masyarakat desa Elie. Seakan semua dianggap normal, mungkin karena saat itu masa Perang Dunia II ya?. Lalu tibalah saat pasukan SS mengevakuasi desanya secara paksa, emas, perak yang dimiliki harus diserahkan apabila tidak ancaman tembak ditempat diberlakukan. Dan tidak ada seorangpun yang melawan atau setidaknya mencari tahu apa yang terjadi, mengapa, dsb, yang mereka tahu hanya pemuka yahudi desa mereka ditahan. Mereka hanya diperbolehkan membawa barang sedikit, diangkut dengan kereta api tanpa tahu tujuan dan apa yang akan dilakukan pada mereka, tanpa makanan dan minuman.
            Ketika sampai, di suatu tempat yang diketahui bernama Auschwitz, cerobong asap tinggi yang menggunakan manusia untuk bahan bakarnya! Banyak wanita, bayi, lansia, dibakar dan baru mencipta teror dan ketakutan nyata dengan melihat “krematorium” tersebut. Diperlakukan kasar, penuh ketakutan, rasa lapar dan haus, berpisah dengan ibu dan adik perempuannya tanpa tahu bagaimana nasib mereka dan keluarga satu-satunya yang masih bersamanya hanya ayahnya. Seorang manusia dengan keadaan seperti itu, penuh ancaman akan kematian, teror, ketakutan, dan adanya keinginan untuk bertahan hidup, terkadang menghilangkan akal sehat dan manusia menjadi hewan.
            Dalam kondisi seperti itu, Elie terus mempertanyakan bahkan marah kepada tuhannya, dimanakah dia (tuhannya) dan mengapa hal ini terjadi, mengapa tuhan membiarkan siksa tersebut, dimanakah kesaktian do’a, dll. Dan ujian pada dirinya apakah dia masih manusia atau sama seperti beberapa orang yang dikenalnya yang berubah dan kehilangan akal sehatnya karena dikalahkan oleh rasa lapar ketika dia mulai juga merasa bahwa ayahnya yang tua memberatkannya melangkah namun disisi lain dia masih bisa berfikir bahwa hanya ayahnya satu-satunya ambisi untuk bersama bertahan hidup. Penantian akan pembebasan, harapan, hingga akhirnya Elie melewati itu semua walau akhirnya kehilangan ayahnya saat tinggal selangkah menuju pembebasan.
            Harus baca sendiri deh, bagus kok, seakan kesedihan dan kepedihan yang dirangkai menjadi teror seperti kisah indah namun tragis menjadi nikmat untuk dibaca, ketika saya menyelam, membayangkan bila hal tersebut saya alami, entah apakah saya sekuat Elie atau menyerah bunuh diri saja, hufh. Dan hanya sedikit yang memberontak pada saat itu terjadi, mungkin karena mereka minoritas tanpa daya dan penuh teror ya?. Kehilangan keluarga satu persatu, dengan serangkaian hal mengerikan. Peristiwa ini berlatar belakang antara tahun 1944-1945 di Transylvania dan sekitarnya. Nah berikut ini sedikit istilah dari buku tersebut :
        1.      Talmud: catatan tentang diskusi para rabi yang berkaitan dengan hukum Yahudi, etika, kebiasaan dan sejarah.
        2.      Hasid : ajaran dari gerakan keagamaan Yahudi yang berpusat di Eropa Timur pada abad ke-18
        3.      Einsatzgruppen (action squad) : organisasi Nazi yang bertujuan untuk membantu tercapainya tujuan akhir Hitler dengan cara menghabisi lawan-lawan politik, Yahudi, Gipsi, dll. Setiap unit terdiri dari 1000 orang
        4.      SS atau Pasukan Pengaman : SS adalah divisi elit partai Nazi yang bertugas sebagai pasukan pengawal pribadi untuk Adolf Hitler dan sekaligus juga unit pengaman khusus Jerman dan negara-negara pendudukan. SS mengoperasikan kamp-kamp konsentrasi Nazi selama PD II (1939-1945)
        5.      Holocaust : Pembunuhan massal secara sistematis terhadap bangsa Yahudi di dalam kamp konsentrasi Nazi pada PD II
        6.      Tentara Merah ‘red army’ : nama pasukan Uni Soviet dari tahun 1918 sampain1992. Kata ‘merah’dihilangkan dari nama pasukan pada tahun 1946.
         7.      Gestapo : Geheime Staatspolizei. Polisi rahasia Jerman selama rezim Nazi berkuasa, dibentuk tahun 1933 di Prusia oleh Hermann Gooring. Terkenal akan kebrutalannya.

flag counter :)

free counters