Pendahuluan
Dampak
Modernisasi dan Globalisasi di Indonesia di Bidang Politik
Di Indonesia,
modernisasi politik mengalami perkembangan pasang surut. Perkembangan itu
dimulai dengan bentuk demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan demokrasi
pancasila. Dan beberapa praktek politik luar negeri yang pernah berlaku di
indonesia, antara lain
Arah
Politik Luar Negeri yang pernah berlaku di Indonesia
Pada
awalnya, politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif sesuai yang
mengabdi pada kepentingan nasional. Bebas berarti tidak memihak salah satu blok
(barat/timur), sedangkan aktif berarti ikut memelihara perdamaian dunia. Pada
masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan politik luar negeri condong mendekati
negara-negara blok timur dan konfrontasi terhadap negara-negara blok barat.
Perubahan arah ini disebabkan oleh
Faktor dalam negeri : dominasi PKI dalam kehidupan politik
&nbrp;
Faktor luar negeri : sikap negara-negara Barat yang kurang simpati dan tidak
mendukung terhadap perjuangan bangsa Indonesia.
a.
Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi
penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung
condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik
konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara
Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh
pandangan tentang Nefo (New
Emerging Forces) dan Oldefo
(Old Established Forces)
Nefo merupakan kekuatan baru
yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk
Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan
kolonialisme.
Oldefo merupakan kekuatan lama
yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan
imperialis (Nekolim).
Untuk
mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang.
Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab
hanya berpedoman ke negara-negara komunis.
b.
Politik Konfrontasi Malaysia
Indonesia
juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena
pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang
dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan
negara-negara blok Nefo.
Dalam
rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora)
pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut.
Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.
Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat
menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.
c.
Politik Mercusuar
Politik
Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia
merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler
yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di
kalangan Nefo.
Proyek-proyek
tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah
diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces )
yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan
bagi delegasi asing.
Pada
tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia
diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
d.
Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan
Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang
kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur.
Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan
bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin. Keterlibatan
Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia
sudah cukup maju. GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia
dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD 1945
baik dalam skala nasional dan internasional.
Besarnya kekuasaan Presiden dalam Pelaksanaan
demokrasi terpimpin tampak dengan:
Pengangkatan Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta
pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar
serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak
memimpin departemen.
Pidato presiden yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17
Agustus 1959 yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN atas
usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959.
Inti Manipol adalah USDEK
(Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi
Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai
presiden seumur hidup.
Pidato presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman
revolusi dan politik luar negeri.
Presiden berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan
di antara TNI dengan Parpol.
Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk
Komandan Operasi Tertinggi (KOTI)
Keberhasilan
pembangunan politik semakin memantapkan tatanan kehidupan politik dan
kenegaraan yang berdasarkan demokrasi pancasila, memantapkan perkembangan
organisasi sosial politik dan kemasyarakatan serta mendorong peningkatan
kesadaran berpolitik ralyat. Namun pendidikan politik pun harus lebih
ditingkatkan agar rakyat semakin sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga
negara.
Pembahasan
Globalisasi politik di Indonesia menimbulkan berbagai
dampak, baik dampak positif maupun negatif. Namun dalam penerapannya,
masyarakat harus bisa menerapkan dampak postif dan meminimalkan dampak politik
demi terciptanya politik yang sehat di Indonesia.
v Dampak Positif Globalisasi Politik
di Indonesia.
·
Lebih mudah dalam menjalin hubungan
dengan negara lain
·
Memantapkan dan memberi peluang
berdemokrasi bagi rakyat kecil
·
Pemerintah semakin mengetahui akan
kebutuhan rakyatnya
v Dampak Negatif Globalisasi Politik
di Indonesia
·
Memunculkan banyak partai oposisi dan
gerakan separatis
·
Banyak muncul demokrasi massa yang ricuh
·
Munculnya banyak golongan idealis yang
menimbulkan masalah politik dan perebutan kekuasaan dengan menggunakan praktek
politik yang tidak sehat
Globalisasi
politik yang berlaku di Indonesia dan perkembangannya
Sejak masa pra kemerdekaan sampai saat ini. politik di
Indonesia terus mengalami perkembangan dan pembaharuan yang menciptakan lebih
sempurnanya tatanan politik dan kebebasan berpolitik di Indonesia. Dalam
menyikapi hal ini, banyak hal yang menyambut positif demi kemajuan kehidupan
pemasyarakatan yang menyangkut berbagai aspek, yaitu: iptek, ekonomi, agama,
dll. Jadi, dapat disimpulkan perubahan dan perkembangan politik di Indonesia
dapat menyangkut hal-hal positif lain di berbagai bidang.
Contoh
perkembangan globalisasi politik di Indonesia:
Pada tahun 1945-1950 menganut demokrasi parlementer. Dalam kehidupan politik, sila keempat yang mengutamakan musyawarah
dan mufakat tidak dapat dilaksanakan, sebab demokrasi yang diterapkan adalah
demokrasi parlementer, dimana presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara,
sedang kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Sistem ini
menyebabkan tidak adanya stabilitas pemerintahan. Kesimpulannya walaupun
konstitusi yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensiil,
namun dalam praktek kenegaraan system presidensiil tak dapat diwujudkan.
Pada tahun
1950-1959 penerapan demokrasi liberal di
Indonesia Dalam bidang politik, menyebabkan demokrasi
berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling
demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun UUD
seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan
keamanan, yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk
membubarkan Konstituante, UUD 1950 tidak berlaku, dan kembali kepada UUD 1945.
Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah
Pancasila diarahkan sebagai ideology liberal yang ternyata tidak menjamin
stabilitas pemerintahan.
Pada tahun
1959-1966 dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin.
Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah
nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno.
Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam
konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden
seumur hidup, politik konfrontasi, menggabungkan Nasionalis, Agama, dan
Komunis, yang ternyata tidak cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral
di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila,
dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Dalam
mengimplentasikan Pancasila, Bung Karno melakukan pemahaman Pancasila dengan
paradigma yang disebut USDEK. Untuk memberi arah perjalanan bangsa, beliau
menekankan pentingnya memegang teguh UUD 45, sosialisme ala Indonesia,
demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional. Hasilnya
terjadi kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Walaupun posisi
Indonesia tetap dihormati di dunia internasional dan integritas wilayah serta semangat
kebangsaan dapat ditegakkan. Kesimpulan yang ditarik adalah Pancasila telah
diarahkan sebagai ideology otoriter, konfrotatif dan tidak member ruang pada
demokrasi bagi rakyat.
Dan pada saat
ini, demokrasi diterapkan adalah demokrasi reformasi yaitu demokrasi yang
pernah ada di Indonesia dengan mengambil poin-poin positif yang sesuai dengan
kemsyarakatan Indonesia sehingga memudahkan dalam berkembangnya berbagai
pertumbuhan dan munculnya pembaruan di bidang politik.